Limbah Plastik di Lautan: Sebuah Paparan Infografis

Limbah Plastik di Lautan: Sebuah Paparan Infografis

Jika sebuah gambar mampu mengungkapkan seribu kata, maka bayangkan apa yang bisa dilakukan oleh gambar dan kata-kata secara bersamaan. Paparan infografis berikut ini adalah salah satu contohnya. Dibuat oleh ReuseThisBag.com, gambar yang menarik dengan tulisan yang informatif ini dibuat dengan tujuan untuk memberikan pengetahuan tentang limbah plastik di lautan yang sudah menjadi masalah serius untuk generasi kita saat ini dan generasi masa depan. 

Di seluruh dunia, penggunaan plastik mencapai 320 juta ton per hari, dan 2,41 juta ton di antaranya berakhir di lautan. Pada tahun 1997, Charles Moore pertama kali melaporkan adanya The Great Pacific Garbage Patch (GPGP). Tahun 2009, plastik dapat ditemukan di seluruh dasar samudera. Tahun 2013, mikroplastik telah menjadi polutan laut yang tersebar di seluruh dunia.

GPGP adalah tempat terjadinya akumulasi limbah plastik di laut terbesar di dunia. Selama ini, ada anggapan bahwa di dunia ini hanya ada 1 GPGP yang terletak di antara Hawaii dan California. Ternyata anggapan tersebut keliru, sebenarnya ada 2 GPGP; yang terletak di antara Hawaii dan California adalah GPGP yang besar, satu lagi yang lebih kecil terletak di dekat Jepang. Limbah plastik dan sampah lainnya terkumpul dan terperangkap oleh arus laut di 5 area: Pasifik Utara, Pasifik Selatan, Atlantik Utara, Atlantik Selatan, dan Samudera Hindia. Garbage Patch baru sedang terbentuk sepanjang rute pelayaran di area perairan yang lebih kecil seperti di Laut Utara.

Bentuk limbah plastik di laut tidak seperti sekumpulan sampah yang terapung di permukaan seperti 'pulau sampah', melainkan lebih seperti kabut asap padat yang terdiri dari potongan-potongan kecil. Plastik berukuran besar secara terus-menerus terpecah menjadi potongan-potongan yang makin lama makin kecil ukurannya, akibat panas, sinar ultraviolet, oksidasi, benturan atau gesekan, atau karena diuraikan oleh bakteri. Proses ini mengubah limbah plastik menjadi mikroplastik, yakni kepingan plastik mulai dari yang berukuran miskroskopis hingga sebesar butiran beras.

GPGP yang ada sekarang ini besarnya telah mencapai 1,6 juta kilometer persegi, yang setara dengan dua kali luas negara bagian Texas, AS, atau tiga kali luas negara Perancis. Jumlah plastik yang ada di situ sekitar 1,8 trilyun keping, yang berarti setiap orang di dunia memiliki 250 keping plastik. Beratnya mencapai 79 ribu ton, sama dengan berat 500 pesawat jumbo jet.

Salah satu dampak limbah plastik: pada bulan Januari 2017 lalu, seekor paus seberat 2 ton berkali-kali terdampar di pantai Norwegia. Paus yang sakit parah itu kemudian di-euthanasia. Hasil autopsi menunjukkan bahwa di dalam perutnya tidak ada makanan, tetapi penuh dengan tas plastik.

Limbah plastik dan sampah lainnya di laut menghalangi plankton dan alga mendapatkan sinar matahari. Tanpa itu, plankton dan alga akan mati karena tidak dapat melakukan fotosintesa. Hal ini akan mempengaruhi rantai makanan di laut, sehingga binatang di laut pun banyak yang mati karena kekurangan makanan.

Di sisi lain, semakin sedikitnya plankton membuat banyak binatang laut memakan mikroplastik. Ada yang memakannya karena ukuran miroplastik sedemikian kecil hingga lolos melewati filter makanan mereka, ada pula yang memakannya karena mengira mikroplastik tersebut adalah makanan. Dari semua binatang laut, ada beberapa spesies tertentu yang 33%-nya memakan mikroplastik.

Pada tahun 1971, ditemukan burung laut yang memuntahkan kepingan styrofoam, ini adalah bukti pertama bahwa limbah plastik telah memasuki rantai makanan. Burung Albatross memiliki kecenderungan tinggi untuk memakan plastik, karena mereka mencari makan (ikan) dengan cara menyisirkan paruh mereka sepanjang permukaan air. Induk Albatross yang menyuapi anak-anaknya dengan plastik akan membuat tubuh anaknya mengandung 45% plastik.

Binatang yang memakan plastik dari lautan berpotensi mengalami sumbatan dalam saluran pencernaan, kerusakan organ dalam tubuh, dan kelaparan (ketika perutnya penuh terisi plastik). Memakan plastik membuat binatang laut terpapar dengan bahan beracun yang berbahaya, seperti: polutan yang menempel di air laut, atau unsur BPA yang ada pada plastik (yang dapat menimbulkan berbagai gangguan kesehatan serius). Selain itu, plastik yang hanyut juga membawa mikroorganisme yang menempel padanya terbawa jauh dari lingkungan asal mereka. 

Ketika binatang laut memakan plastik, racun tersebut terakumulasi dalam tubuh mereka dari waktu ke waktu, membuat mereka sakit hingga meninggal. Melalui rantai makanan, racun yang mereka telan akan ditelan pula oleh binatang pemangsa mereka, dan bisa jadi akan sampai pula ke piring manusia yang mengkonsumsi ikan atau seafood

Sebuah penelitian di tahun 2017 menemukan bahwa garam laut di Inggris, Perancis, Spanyol, China, dan AS telah terkontaminasi partikel plastik yang kemungkinan besar berasal dari plastik sekali buang seperti botol air minum. Sampah yang dibuang sembarangan menyumbang 80% dari keseluruhan limbah di laut, dan sebagian besar plastik hanya digunakan sekali lalu dibuang, bahkan yang sudah dikirimkan ke pusat pengolahan/daur ulang sekalipun.

Plastik yang bisa didaur ulang tidaklah sepenuhnya aman bagi lingkungan, karena untuk membuat produk baru dari hasil daur ulang harus ditambahkan bahan plastik baru untuk memperkuatnya. Selain itu, bahan plastik yang berasal dari proses daur ulang hanya bisa dibuat menjadi produk yang kualitasnya lebih rendah dari produk sebelumnya. Wadah plastik besar menjadi mainan dan tambang. Botol minuman plastik menjadi serat pengisi bantal dan bemper mobil.

Dari waktu ke waktu, plastik yang sudah mengalami beberapa kali proses daur ulang akhirnya sudah tidak bisa dipakai lagi karena kualitasnya semakin buruk, sehingga harus dibuang. Artinya, apapun yang terbuat dari plastik tetap akan menjadi limbah meskipun umurnya lebih panjang. Cara yang paling efektif untuk mengurangi limbah plastik adalah dengan berhenti menggunakan plastik sekali pakai.

Warga AS menggunakan 380 milyar tas plastik sekali pakai dalam setahun, sebagian besar di antaranya tidak pernah didaur ulang. Tujuh belas persen binatang yang terdampak oleh plastik lautan, mendapatkannya dari tas dan kemasan plastik. Penyu laut memakan tas plastik karena mengiranya sebagai ubur-ubur, dan ditemukan bahwa 74% isi perut penyu Loggerhead adalah tas plastik.

Beberapa negara telah memberlakukan larangan pemakaian tas plastik sekali pakai. Ironisnya, banyak di antaranya justru negara-negara Afrika seperti Eritria, Ethiopia, Uganda, Rwanda, Kenya, dan Tanzania. Di Amerika Tengah ada Mexico, dan di Asia baru Bangladesh dan Bhutan yang memberlakukannya. Di negara-negara besar dan maju, baru ada 3 negara Eropa yang mengaplikasikannya di seluruh negara, yaitu Perancis, Italia, dan Swiss. Sedangkan di beberapa negara maju lainnya seperti Inggris, China, Kanada, dan AS, larangan tersebut masih sebatas diberlakukan di beberapa wilayah dan belum bersifat nasional.

Untuk mengurangi limbah plastik, ada beberapa langkah sederhana yang bisa kita mulai lakukan, di antaranya adalah:

  • Membawa tas belanja sendiri
  • Membawa botol air minum sendiri
  • Membawa cangkir, tumbler, atau termos sendiri
  • Memesan kopi di kafe tanpa penutup gelas 
  • Tidak menggunakan sedotan plastik
  • Berbelanja dalam jumlah banyak sekaligus untuk mengurangi kemasan/pembungkus

Samudera Pasifik terlalu dalam untuk dikeruk, sedangkan mikroplastik terlalu kecil untuk disaring. Tidak mungkin kita menguras laut untuk membersihkannya dari sampah seperti kita menguras bak mandi.

Kita sebagai warga Indonesia seharusnya merasa malu karena Indonesia menempati peringkat kedua pencemar laut terbesar di dunia setelah China, dengan 187,2 juta ton sampah plastik setiap tahun, dan hingga saat ini kita masih bebas menggunakan tas plastik sekali pakai, gratis pula. 

Ambil gambar di atas langsung dari sumbernya: ReuseThisBag.com, dan sebarkan agar kesadaran tentang isu ini semakin luas. 

Mari kita lawan sampah plastik!

---

(sumber: ReuseThisBag.com)

Catatan Redaksi:

Tanggal 5 Juni ditetapkan oleh PBB sebagai Hari Lingkungan Hidup Sedunia sejak tahun 1974, dan tema tahun ini adalah "Melawan Limbah Plastik". Dalam pesannya, Sekjen PBB António Guterres menegaskan agar kita semua menolak penggunaan barang-barang plastik sekali pakai, dan mengingatkan tentang jumlah limbah plastik yang semakin tidak terkendali. "Setiap tahun, lebih dari delapan juta ton limbah plastik berakhir di lautan," demikian pesannya.

Dalam rangka Hari Lingkungan Hidup Sedunia, mulai 5 Juni 2018, BICNETS akan menampilkan 8 tulisan bertema lingkungan. Enam di antaranya bertema plastik, dan 2 lainnya menampilkan tema lingkungan lainnya.

Comments (0)

There are no comments posted here yet

Leave your comments

Posting comment as a guest.
Attachments (0 / 3)
Share Your Location