Jika Anda pengguna aplikasi jejaring sosial untuk berbagi foto dan video berjudul Instagram, mestinya Anda kenal istilah “selebgram” alias selebritis Instagram, yang foto-fotonya bertebaran di media sosial ini, dan memiliki ratusan ribu hingga jutaan pengikut atau followers. Anda pasti juga paham, bahwa tidak sedikit di antara para selebgram ini memakai atau mengkonsumsi berbagai produk sponsor di foto-fotonya, meski tidak semuanya mengakui bahwa mereka memang dibayar untuk mengiklankan produk tersebut.
Dari semua media sosial yang ada di dunia ini, Instagram adalah tempat yang paling tepat untuk memamerkan sisi paling ideal dari kehidupan Anda. Tapi coba cermati kembali foto-foto yang ada di sana. Pada foto yang nampak natural kadang muncul kejanggalan di beberapa detilnya, ada sebungkus granola rendah lemak yang mencuri fokus, ada pula kacamata hitam mahal karya desainer terkenal yang terlihat terlalu elegan di tengah nuansa santai dalam foto tersebut. Tidakkah Anda curiga, benarkah foto itu hanya foto biasa, atau jangan-jangan iklan?
Endorsement produk telah menjadi hal yang lumrah di Instagram. Para selebriti di dunia hiburan maupun selebgram yang memiliki followers dalam jumlah besar menjadi incaran para pemilik brand untuk mempromosikan produk mereka, dengan cara memposting foto yang dilengkapi dengan cerita tentang betapa nyamannya pakaian, sepatu, dan aksesoris yang mereka kenakan, bagaimana keunggulan produk perawatan kulit atau make up yang mereka pakai, dan sebagainya.Dikenal dengan istilah "influencer" dalam dunia industri, orang-orang yang mempromosikan produk tertentu sebenarnya diwajibkan untuk menginformasikan kompensasi yang mereka dapatkan dari produk tersebut, berdasarkan peraturan yang dirumuskan oleh Komisi Perdagangan Federal Amerika Serikat (Federal Trade Commission /FTC); meski hingga saat ini tidak jelas berapa banyak yang mematuhinya.
Untuk mengantisipasi isu ini, mulai hari Rabu, 14 Juni 2017, Instagram meluncurkan sebuah fitur yang akan mempermudah penggunanya untuk menengarai setiap foto yang dilihatnya; mana yang foto biasa, dan mana yang sebenarnya foto promosi atau iklan. Atas nama transparansi, Instagram akan meminta orang-orang yang memposting foto bermuatan sponsor untuk menambahkan label atau tulisan “paid partnership with” yang akan muncul di atas foto.
Dalam tulisannya di blog resmi perusahaan, Instagram memberikan penjelasan: "Komunitas yang sehat harus terbuka dan transparan dalam hal kemitraan yang memberi keuntungan. Dengan makin banyaknya kemitraan semacam itu di Instagram, adalah hal yang penting untuk memastikan bahwa masyarakat dapat dengan mudah mengenali kapan seseorang yang mereka ikuti (follow) dibayar untuk memposting konten tertentu”.
Transparansi memang harus dilakukan, untuk menghindari tragedi memalukan seperti Fyre Festival; ketika 400 orang influencer dengan heboh mempromosikan acara tersebut sebagai “event musik dan glamping pantai termegah” melalui akun Instagram masing-masing. Sayang, jauh panggang dari api; pada hari H pertunjukan, para penonton yang sudah membayar mahal hanya disuguhi lapangan kotor dengan tenda yang basah kuyup mirip perkampungan pengungsi, makanan ‘sampah’, dan kursi lipat jelek yang tidak layak pakai.
Meskipun penyelenggara menyatakan bertanggung jawab penuh atas kegagalan festival, reputasi Instagram ikut tercoreng karena panitia menggunakan Instagram sebagai media untuk melakukan promosi yang menyesatkan. Dengan memberikan klarifikasi tentang siapa yang mendapat bayaran untuk memposting sesuatu, Instagram tak akan kehilangan kredibilitas ketika influencer melakukan kesalahan.
Di balik kebijakan Instagram untuk meluncurkan fitur baru ini, sebenarnya FTC telah mengirimkan lebih dari 90 surat kepada para influencer Instagram pada bulan April, untuk "mengingatkan" mereka supaya "menunjukkan hubungan mereka dengan brand atau produk tertentu secara jelas dan eksplisit."
FTC melakukan ini berdasarkan sebuah studi yang dilakukan oleh perusahaan pemasaran Mediakix, yang menemukan bahwa 93 persen foto di Instagram yang bermuatan sponsor tidak diungkapkan dengan jelas. Hal ini berarti: pengguna tidak diberitahu bahwa foto yang mereka lihat sebenarnya adalah iklan. Fitur Instagram terbaru ini diharapkan akan memecahkan masalah itu.
Meskipun demikian, Instagram tidak memaksa penggunanya untuk menggunakan label tersebut. Mereka akan mengedukasi penggunanya terlebih dahulu, dan meminta feedback dari para mitra sebelum menetapkannya menjadi kebijakan resmi.
Lalu bagaimana jika influencer tidak mematuhinya? Saat ini memang belum ada sanksi terhadap akun mereka; namun Instagram menyatakan bahwa pihaknya berencana untuk menyusun kebijakan resmi dalam waktu dekat ini, yang akan mencakup soal sanksi bagi influencer yang tidak menuliskan hubungannya dengan brand yang membayar mereka.
Di sisi lain, FTC tidak selunak Instagram dalam menyikapinya. FTC dapat mengambil tindakan terhadap influencer atau pemilik brand jika mereka berulang kali melanggar aturan, dan itu bisa berarti sanksi berupa denda puluhan ribu dolar per hari.
Sejalan dengan bergesernya media promosi dari televisi dan media cetak ke media sosial, semakin sulit pula bagi pengguna media sosial untuk membedakan antara posting iklan dan non-iklan. Sudah sepantasnya jika Instagram melakukan langkah ini, untuk menunjukkan keseriusannya dalam mengutamakan isu transparansi terkait posting yang bermuatan iklan.
Paling tidak, pernyataan Instagram mengenai prioritasnya sekarang ini bisa jadi akan membuat para influencer berpikir lebih keras tentang kapan waktu yang tepat untuk memposting foto tentang event yang harus ia promosikan atau produk yang harus ia tawarkan melalui akun Instagramnya.
---
(dirangkum dari berbagai sumber: Reuters, Bloomberg, Mashable, Engadget, Wired, Recode, Mediakix, dan The Verge | sumber gambar lain: BuzzFeed & Android Headlines)
Comments (0)